Mengenang Perjuangan Bagindo Aziz Chan

Bagindo Aziz Chan ( Foto: suprizaltanjung.wordpress.com)


Oleh: Boy Paskand

Menjadi seorang pemimpin di era masa penjajahan merupakan sebuah tugas yang sangat berat. Nyawa adalah taruhan dan harga mati untuk wilayah yg di pimpin. Mencari keuntungan dan matrealistik , mungkin tak pernah di pikirkan oleh pejabat-pejabat di kala itu. Tulus mengabdi pada negeri dan mempertahankan kedaulatan negara hingga menjadi sebuah negara yg merdeka, memperjuangkan hak-hak rakyat. Melepaskan bangsa indone-sia dari cengkraman penjajah yg ingin menguasai sepenuhnya republik yg kita cintai ini..., begitu besar pengorbanan para pe-juang bangsa ini dalam mempertahankan kedaulatan negara hingga indonesia utuh sampai saat ini., cobalah kita renungi itu.

         Salah seorang pejuang muda milik republik ini adalah Bagindo Aziz Chan, putra daerah sumatera barat yg tewas di tangan belanda dalam usia 36 tahun di padang pada tanggal 19 juli 1947. Beliau adalah putra kurai taji dalam kabupaten padang pariaman.

         Beliau di lahirkan pada 30 september 1910. Ia menjabat sebagai wali kota padang kedua menggantikan MR. Abu bakar djaar. Ketika ia menjabat inilah belanda yg di boncengi sekutu mendarat kembali di kota padang, yg di sebut dengan agresi belanda kedua.

         Sesuai dengan janjinya ketika di angkat pada tahun 1946, dengan kesiapannya memimpin perjuangan, mempertahan-kan eksistensi pemerintah RI di padang sacara de facto mau-pun de jure, hal itu ia buktikan. Ia tak pernah gentar meski menghadapi moncong senjata para penjajah. sampai titik da-rah penghabisan, padang tetap NKRI.

        “Belanda harus melangkahi mayat saya dulu sebelum me-neruskan niatnya menguasai kota padang..!! “ seru bagindo aziz chan  dengan lantang pada saat memperingati hari kemerdekaan RI ke 2 di depan kantor komite nasional indone-sia daerah (KNID) Sumbar pada tanggal 17 agustus 1946. Peringatan hari kemerdekaan tersebut sangat di larang keras belanda, namun beliau tetap bersikeras merayakan hari jadi-nya negara indonesia tersebut, sekaligus memepertegas kalau beliau takkkan tunduk pada belanda dan segala demarkasi serta garis yg di tetapkan belanda dalam perjanjian linggar jati.

          Walau sebagian besar pulau jawa sudah dapat di kuasai belanda dengan keputusan linggar jati tersebut, tapi bagindo azis chan tetap menolak. Kolonel sluyter , pemimpin tentara belanda di padang yg mengira kota tersebut sudah di kuasai lewat perjanjian linggar jati, nyatanya berbalik fakta. Perang gerilya terjadi di mana-mana, belandapun semakin geram.

          Belanda sepertinya melupakan karakter orang-orang mi-nang yg takkan patuh kepada pemimpin apabila mereka mera-sa di jajah. Akhirnya belanda memainkan akal busuknya, pada tanggal 19 juli 1947, dengan alasan menyelesaikan demarkasi perbatasan yg di tentukan belanda pada perjanjian linggar jati sebelumnya, Bagindo azis chan di ajak letkol. Van erp (peting-gi belanda) kesimpang kandis yg sekarang di sebut simpang lapai padang, beliau di pukul dari belakang beberapa kali hing-ga tewas bersimbah darah. Gugurlah sang putra pertiwi, rebah kepangkuan bumi.

            Tempat di mana ia tewas itu, sekarang berdiri sebuah tugu yg berbentuk kepalan tinju, atau yg di sebut simpang tinju. Beliau di kebumikan dibtaman makam pahlawan bahagia bukittinggi dengan gelar pahlawan nasional indone-sia yg dibanugerahkan padanya pada 9 november 2005. (Berbagai sumber.)

Tidak ada komentar

Silahkan berkomentar dengan baik, karna setiap komentar adalah tanggung jawab anda sendiri.

Diberdayakan oleh Blogger.