Penulis:
 Boy Paskand
Sumber wawancara:  Ustd. Tuanku Ridwan.S ‘tuanku mudo'
  | 
Penulis (kiri) bersama Tuanku Mudoo ridwan ( Kanan) 
 
  | 
 
 Saya (penulis) banyak membaca  buku-buku karangan penulis-penulis yg berbeda
pendapat dan pandangan tentang akidah, seprti tatacara menjalankan sunnah rasul
maupun dalil-dalil hadist nabi serta kebiasaan masyarakat islamdi nusantara yg
katanya bi'dah.
SINTOGA NEWS➲:
Sebagai seorang awam
seperti saya yg mungkin saja masih banyak belajar tentang dunia islam, sudah
pasti hal ini akan membuat bingung dan linglung. Saya di wariskan  orang tua sebagai pe-nganut madzhab imam
syafi'i ahlussunnah wal jama'ah de-ngan tarekat syattariah yg berkembang di
pesisir pantai sumatera barat. Dengan tatacara adat istiadat minang kabau, di
sempurnakan dengan syarak yg merujuk pada ajaran islam yg di bawa oleh nabi
muhammad saw, sehingga terjalin-lah sebuah filosofi ‘Adat bersyandi syara', syara' bersandikan kitabullah..’
        
 Namun, ada
sebuah buku yg penulisnya menegaskan bahwa tarekat syattariah di sangsikan
kemurniannya. Bahkan banyak menjurus kepada bi'dah (saya tak bisa menyebutkan
judul buku tersebut karena takut melanggar hak cipta dan kebasan berpendapat
seseorang..) Saya bingung.
Kurangnya buku-buku agama
islam yg di tulis oleh ulama-ulama syattariah saat ini, membuat rasa penasaran
saya tidak terjawab. Hingga pada akhirnya saya dibpertemu-kan dengan ‘Sidi ridwan tuanku mudo' yg berasal
dari sawah mansi toboh gadang, kecamatan sintoga nagari lubuk alung, dalam kabupaten padang
pariaman, sumatera barat.
      
Sedikit catatan tentang
diri beliau.., ulama yg sudah be-rusia 56 tahun ini menimba ilmu di surau mato
air pakandangan, dan disini pula beliau di angkat menjadi seorang ‘tuanku’
atau ustad di madrasah.
           
Jauh hari
sebelum beliau masuk kepesantren, tuanku ridwan pernah menjalani berbagai macam
profesi yg ia lakoni. Ia lama menetap di kota medan sebagai seorang perantau.
Dikota besar tersebut ia pernah bekerja sebagai tukang becak, penjual es, dan
bahkan sebagai ‘tukang palak' atau bahasa kasarnya preman - preman jalanan.
          
 Hingga pada akhirnya beliau di beri
hidayah oleh allah swt, sehingga ketika ia balik kekampung halamannya di
sintoga, terbukalah fikirannya untuk menimba ilmu islam dan memutuskan
mendaftarkan diri di pesantren.
          
Pertemuan
saya dengannya sedikit memberikan penjelasan tentang apa yg selama ini menjadi
tanda tanya di hati saya, sekaligus terbesitlah keinginan saya untuk
mem-bukukan Dialog saya dengan beliau.
            
Berikut
dialog saya dengan beliau:
Penulis :
“Assallammualaykum, buya..”
 
Tuanku mudo ridwan:
“wa alaykum salam..”
 
Penulis:
“sebelumnya saya minta maaf telah
mengganggu sedikit waktu buya untuk menjawab rasa penasaran saya..”
 
Tuanku mudoridwan:
“Tak apa,.. Apa ada yg bisa ambo bantu?..”
 
Penulis:
“begini buya.., saya ingin bertanya-tanya tentang akidah- akidah
islam dan hadist-hadist nabi. Setelah sekian banyak buku yg saya baca, saya
sering bingung dikarenakan buku-buku yg saya baca tersebut berkemungkinan
pengarangnya berbeda madhzhab, sehingga berbeda-beda juga pendapat mereka
tentang mengartikan bi'dah...
 
Tuanku mudo ridwan:
“Maaf, buyuang kuno apa modren?”  (maksudnya syatariah atau
tarekat lain. Kuno dikarenakan di pariaman tarekat tertua adalah tarekat
syattariah yg di kembangkan oleh ‘SYEKH BURHANNUDIN' ulakan.)
 
Penulis:
“Saya di lahirkan sebagai pengikut syattariah yg di wariskan
kadua orang tua saya. Namun sama sekali saya masih belum banyak paham tentang
tarekat syattariah ini. Saya banyak membaca buku-buku pembahasan tentang islam,
namun di antara sekian banyak buku yg saya baca tak ada satupun yg menyinggung
atau membahas tentang tarekat syattariah secara rinci. Diantara penulis itupun
banyak yg berlawanan pemikiran.
 
Tuanku mudo: 
“Sebenarnya ada buku yg di karang oleh
orang minang yg bernama “Kh. Siradjuddin abbas.’ Beliau adalah ulama
minangkabau. Buku ini berjudul ’40 masalah agama' yg diterbitkan tahun 1970 di
jakarta. Dalam buku tersebut beliau menuliskan 
 
tentang tata cara dan islam yg murni. Dalam buku itu juga
beliau menantang keras pemikiran-pemikiran para penulis islam modren secara
tegas yg tentunya sesuai dahlil dan hadist rasul. Buku yg beliau tulis ini
paling diburu, bahkan sampai di cetak ulang hingga tiga belas kali terbit..”
 
Penulis:
“Sayang sekali saya tak bertemu dengan buku karangan
beliau..., buya.., saya pernah membaca sebuah buku yh di tulis para penulis
modren yg membahas tentang perjalanan isra' dan mi'raj rusulullah adalah
perjalanan roh bukan beserta tubuh. Bagaimana pandangan buya tentang ini?”
 
Tuanku mudo ridwan:
“Sebelum saya jawab pertanyaan buyuang,
saya akan ajukan dulu sebuah pertanyaan.., orang yg hidup di zaman batu samakah
pemikirannya dengan orang yg hidup di zaman global ini?, atau-atau orang-orang
yg berhaluan komunis misalnya, samakah pemikiran mereka dengan orang yg
berhaluan demokratis?, andaikan sama tak mungkin amerika serikat menjadi musuh
bebuyutan uni soviet tempo dulu, Seperti
itu juga pandangan-pandangan orang-orang yg berlainan haluan.
 
Akan tetapi, sebagai umat islam kita harus menilai
pendapat yg benar melalui iman, bersumberkan hadist nabi. Kita harus cermat
apakah perkataan orang-orang itu sejalan dengan hadist nabi dan firman allah
swt..”
 
Penulis:
“Jadi kesimpulannya pendapat itu salah, buya?”
 
Tuanku mudo ridwan:
“Jelas salah..!, apabila ada yg mengatakan rasulullah
melakukan isra' dan mi'raj hanya dengan roh saja yg bukan di sertai tubuh
kasar, itu adalah suatu kesalahan yg fatal dan mesti di luruskan..!, apa
bedanya dengan kaum qurayist yg mengolok-olok rasul melakukan perjalanan isra'
dan mi'raj itu dalam mimpi dan khayalan.”
 
Penulis:
“ Maaf buya,,, apakah kira-kira ada alasan yg lebih detil
untuk menyanggah pendapat mereka ini, buya?”
 
Tuanku mudo ridwan:
“Banyak sekali dahlil-dahlil yg mempertegas rasulullah
melakukan isra' dan mi'raj  beserta roh dan tubuh.  Baik itu firman
allah maupun hadist nabi. Ahli tafsir abu ja'far jarir at thabari yg meninggal
310 H, dalam kitab tafsirnya yg berjudul thabari pada juzu' ke 15 pagina 16-17
menu-liskan, ‘menurut dalil yg nyata sahih dari nabi, bahwa beliau berjalan
dengan buroq, kalau perjalanan dilaku-kan dengan ruh atau dengan mimpi, apa
perlunya ken-daraan buroq tersebut?, karna biasanya hewan itu hanya membawa
barang yg bertubuh. Tak pernah ada terdengar dalam bahasa arab ucapan ‘ruh
membawa kuda.., sejalan juga dengan perkataan ahli tafsir terkenal ‘alaudin
‘ali bin muhammad al khazin' pada juz IV pagina 110 yg berbunyi seperti ini:
“Dan yg hak yg di pegang oleh ulama salaf, ulama, khalaf ahli-ahli fiqih dan
ahli asuluddin , bahwa nabi muhammad saw oleh tuhan di berangkatkan pada malam
hari dengan roh dan tubuh”.Demikian dalam kitab tafsir khazin yg selesai di
karang tahun 752 H, lebih kurang 636 tahun yg lalu.Kalau di perhatikan
hadist-hadist yg shahih yg bertalian dengan isra' dan mi'raj jelas mengatakan
nabi muhammad saw menaiki buraq. Secara logika saja, kalau hanya roh
yg berjalan, untuk apa mesti harus mem-pergunakan kendaraan???”
 
Penulis:
“Kira-kira siapa yg membawa perpecahan pendapat ini
awalnya, buya?”
 
Tuanku Mudo:
“Sebenarnya semenjak ratusan tahun yg silam sudah banyak
perpecahan pemahaman tentang hal ini. Seiring bertambahnya dan berkembangnya
tarekat-tarekat yg muncul di berbagai negeri. 
 
Orang-orang yg berpikiran pendek yg hanya percaya kepada
yg nyata dan masuk akal saja, padahal apabila allah berkehendak apa yg tak bisa
dilakukannya?, bukankah allah maha besar?, bukankah allah maha pencipta?,
bukankah allah maha tahu?,...
 
Dulu ada seorang ulama yg bernama ‘ibnu arabi', ia adalah
salah seorang dari sekian banyak orang yg berpendapat nabi muhammad saw ber
isra' dan mi'raj dengan perjalanan ruh tampa tubuh..”
 
Penulis:
“Apakah ia ulama arab juga, buya?”
 
Tuanku mudo:
“Ibnu arabi berasal dari spanyol yg mana pada saat itu
spanyol masih di kuasai umat muslim. Menurut sejarah guru-guru, ia bernama
lengkap ‘muhyidin, abu bakar muhammad bin ‘ali bin ‘arabi al hatimi at thai'.
Lahir di kota sevilla 17 ramhadhan 560 H dan meninggal di damsyik pada tahun
638 H. Kitab terkenal dan fenome-nalnya adalah kitab thasauf “futuhatul
makiyah”, menurut para ulama ahlussunnah kitab itu melenceng dari ajaran
rasulullah.
 
Penulis:
“Madhzhab apa yg ia kembangkan, buya?”
 
Tuanku mudo:
“Ia penganut syiah paham “wahdatul wujud”, yaitu paham
bahwa ada hanya satu, tuhan dan alam satu, khalik dan makhluk satu. Ia
mengambil i'itiqad dari pengajian ‘al hallaj' yg di hukum gantung oleh penguasa
di tahun 309 H, karna di anggap zendik.”
 
Penulis:
“Maaf buya.., nama ibnu arabi ini mengingatkan saya pada
sebuah buku yg di tulis oleh ulama ahlussunnah, namun versinya beda.., orang
tersebut di anggap seorang ulama terkenal sebagai penganut
madhzhab imam malikipensyarah kitab tirmizi dan kitab ‘abkmul qur-an'. Bagaimana
ini, buya?”
 
Tuanku mudo:
(Tersenyum) “jangan sampaii salah nama dan salah 
orang, yg di maksud para ulama itu adalah ‘IBNUL ARABI'
(IBNUL BUKAN IBNU/PAKAI “L”).
 
Nama orang ini hampir mirip, kalau orang yg kita sebut
tadi ‘ibnu arabi' sang ulama penganuut wahdatul wujud, sedangkan ‘Ibnul arabi'
adalah ahlussunnah dan ulama besar di masanya. Ibnul arabi di lahirkan dari
spanyol juga, beliau di lahirkan di kota sevilla spanyol pada tahun 468 H.
 
Kalau ibnul arabi ini sangat berpengaruh di masanya,
namun harus di ingat, antara ibnul arabi dan ibnu arabi tak lahir di masa yg
sama. Ibnul arabi lebih tua 92 tahun di bandingkan usia ibnu arabi.
 
Ibnul arabi bernama lengkap ‘abu bakar muhammad bin abdillah
ibnul ‘arabi maliki”.
 
Penulis:
“sekarang saya paham, buya.., ternyata nama hampir sama, tapi orangnya
berbeda,.., balik lagi ke pada ibnu arabi tampa ‘L’, saya penasaran dengan
kitab futuhatul makiyah nya, kira-kira apa saja isi dari karyanya itu buya?”
 
 
Tuanku mudo:
“Intinya, dalam buku itu semuanya di ta'wilkan, semua di bathinkan, semua
di tafsirkan dan semua di rahsiakan..”
 
 
Penulis:
“Bisa di perjelas, buya.. Maaf, saya kurang paham...”
 
Tuanku mudo:
“Menurutnya sembahyang yg benar adlah sembahyang bathin. Haji yg benar
adalah haji bathin, puasa yg benar adalah puasa bathin. Pendeknya beliau masuk
kaum ‘bhathiniyah’. Di damsyik ia di kenal dengan sebutan orang aneh.
Pendapatnya yg paling banyak di patahkan oleh ulama adalah, tentang perjalanan
isra' dan mi'raj nabi muhhammad yg menurutnya adalah perjalanan roh tampa
tubuh. Ia menyebutnya ‘safarul qaibi', hanya hati yg berjalan. Di antara sekian
banyak bukunya yg beredar, yg paling menggegerkan adalah ‘tarjumanul
asywaq'.Apakah buyuang pernah mendengar sejarah buku itu?”
 
Penulis:
“Belum pernah, buya.. Apakah yg ditulisnya di buku itu?”
 
Tuanku mudo:
“ceritanya begini, sebelum mengarang buku ini, ibnu arabi pergi ke mekah.
Di sana ia berjumpa dengan wanita yg menurutnya begitu cantik bernama ‘Nazham’,
kemudian ia mengarang buku puji-pujian kepada wanita itu seumpama ia memuju
tuhan. Katanya agamanya adalah agama cinta.
 
Ia mencintai apaoun yg ada, termasuk padang rumput, rumah berhala,
gereja-gereja, ka'bah, papan-papan taurat. Ia cinta agamanya, dan agamanya
adalah cinta.”
-------------------------------------------------  ----   ---
------------------ 
                                                                                                                                                                                                                                                                                          
 
Penulis:
“Kita bahas lagi ke masalah berikutnya, buya.. Saya
pernah membaca tentang adanya fatwa bahwa berdoa di makam para ulama terdahulu
itu sebenarnya bi'dah., yg katanya sama halnya dengan kepercayaan syiah yg
slalu mengagung-agungkan para imamnya yg sudah meninggal.
 
Saya penasaran juga dengan hal ini, seperti yg kita tahu
setiap 10-11 syafar kaum syattariah melakukan zikir bersama di masjid syekh
burhannudin ulakkan yg mana di sana juga beliau di makamkan. Selain itu banyak
juga para peziarah kemakam syekh tuanku saliah di sungai sariak ujung gunung
tujuh koto. Bagaimana hukumnya ini, buya?”
 
Tuanku mudo:
“ini adalah satu pertanyaan yg sangat menarik, satu
perta-nyaan ada dua jawaban yg akan saya berikan. Ini sangat penting, karna
saat ini di negeri kita ini sedang gonjang-ganjengnya mempertanyakan hukumnya
berdzikir ataupun berdoa di makam para waliyullah ataupun para ulama yg sudah
berjasa menyebarkan agama allah.
 
Betul yg ‘buyuang’ katakan, banyak para penulis-penulis
modernisasi yg menentang akan hal itu, di minangkabau sendiri sudah ada
perdebatan semenjak perang paderi pecah, perdebatan antara kaum wahabi,
naqhshanbandiyah dan syattariah tentang hukum zikir dan doa di kuburan para
wali ini.
 
Sebelum kita membahas tentang berdoa dan berzikir di
makam para wali, terlebih dahulu kita bahas berzikir setelah sholat....,
 syattariah yg ber aliran ahlussunnah wal jama'at berpendapat , zikir dan
doa ibadat sangat tinggi dan sunnah hukumnya. Namun akan tetapi kaum
modernisasi islam menentang hal itu dengan dalil ayat alqur'an yg artinya
begini:
“Dan apabila telah usai sembahyang maka bertebaran dan
carilah karunia tuhan, supaya kamu menjadi beruntung”
(ayat alqur'an surat al jum'uah ayat:10)
 
Menurut mereka tuhan allah hanya menyuruh mencari rezki
selepas sholat dan tak di anjurkan berdoa dan berzikir. Lihat lah contohnya
zaman sekarang, selepas sholat jum'at, usai mengucapakan salam orang-orang
langsung pergi tampa berdzikir dan berdoa dulu.
 
Dirumah-rumahpun tak ada lagi orang mendo'a atau dzikir
karna di anggap kuno, padahal tarekat syattariah menganjurkan ini. Begitu juga
di makam-makam orang twk lagi bertahlil, karna menurut mereka takkan sampai
pahalanya pada mayat. Untuk menggantikan doa, orang-orang berpidato di atas
kuburan, itu benar-benar salah menurut para ulama syattariah.”
 
 
Penulis:
“hukumnya sunat, buya ya..”
 
 
Tuanku mudo:
“Dzikir dan doa memang hukumnya sunnat, tapi faedah-nya
sangat tinggi.., imam ghazali sebagai ulama besar dalam lingkungan madhzhab
syafi'i menfatwakan juga, 
 
“maka tiadalah ibadat lisan yg paling tinggi, kecuali
membaca alqur-an, yg melebihi dzikir dan doa kepada tuhan” 
(ihya ulumuddin jilid 1 halaman 295)
Dzikir dan do'a adalah mengingat allah dan kebsarannya,
dengan menyebut nama-NYA, otomatis kita akan mengingat kebesaran allah beserta
kemegahan kasih sayang tuhan semesta alam. Bukankah dalam al qur-an surat
al-ahzab ayat 41-42 tuhan berfirman:
 
“hai sekalian orang mu'min!, ingatlah allah
sebanyak-banyaknya dan tasbihlah memuji allah pagi-pagi dan petang-petang.”
 
Dalam al Qur-an surat ali imran ayat 41 allah juga
berfirman : 
 
“Dan ingatlah tuhanmu banyak-banyak dan tasbihlah di
waktu petang dan pagi”.
 
Al qur-an surat an-nisa ayat 103, allah berfirman:
 
“apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat, maka
ingatlah kepada allah di waktu berdiri, diwaktu duduk, dan di waktu berbaring.”
 
Disini jelas sudah kita harus mengingat allah dalam
situasi apapun. Dengan cara berzikir beserta doa. Nah, apbila para mubaligh
modren yg mengartikan zikir dan doa dengan pidato atau bertabligh, itu tidak
cocok.., dzikir dan doa dianjurkan tidak hanya sedang berdiri atau duduk, tapi
juga dalam keadaan berbaring. Apakah ada orang berpidato sedang berbaring??”
 
Penulis:
“tidak pernah, buya..”
 
 
Tuanku mudo:
“naah itu dia.., jadi zikir dan doa tak layak di samakan
dengan pidato maupun berceramah..., mendengarkan ceramah islam itu juga sunnah,
tapi antara zikir dan ceramah mempunyai peranan masing-masing, tak bisa di
samakan kedudukannya walau sama-sama sunnah.
 
Masih banyak fatwa-fatwa dan hadist-hadist nabi yg
menganjurkan kita untuk selalu berzikir dan berdoa mengingat allah swt.”
pembicaraan kami hari itu di cukupkan sampai disitu,, pada kesempatan lain barangkali saya akan kembali memuat tentang masalah2 yg akan saya bahas bersama beliau. (Boy paskand- sintoga)
 
 
 
      
 
Post a Comment